Senin, 23 Januari 2017

Ilmu Sosial Dasar 5 (tugas 2 kelompok) Analisis Penerapan Teknologi




PENERAPAN PT KAI DALAM HAL PELAYANAN PEMBELIAN
TIKET COMMUTER LINE DENGAN VENDING MACHINE



MANFAAT, KELEBIHAN DAN KEKURANGAN YANG DI RASAKAN TERHADAP PENGGUNA:

Penerapan Vending Machine dalam pembelian tiket kereta api sangat dirasakan oleh pengguna commuter line yang membeli tiket menggunakan vending machine, contoh nya saya mewawancarai salah satu pengguna, yaitu Hariyanto yang berprofesi sebagai Mahasiswa, commuter line menjadi jalur transport nya sehari-hari, menurut mas haryanto ada nya vending machine sangat bermanfaat, karena pembelian tiket menjadi lebih cepat dan ringkas, dan jika di tanya mengenai kerugian nya mahasiswa bernama haryanto ini menjawab petunjuk pada vending machine kurang jelas dan terkadang jika ada pengguna baru maka akan sulit untuk mencobanya.

Dan ada juga kelebihan dan kekurangan menurut salah satu mahasiswi, sebut saja Tyas. Mahasiswi ini menyebutkan bahwa kekurangan dari vending machine ini tidak tersedia begitu banyak di setiap stasiun, dan hanya tersedia di beberapa stasiun saja dan menimbulkan antrian, dia mengatakan bahwa vending machine ini juga terkadang mengalami error dan kurang nya sosialisasi terhadap orang tua / lansia yang tidak mengerti cara menggunakan nya. dari segi kelebihan nya di beberapa stasiun contoh nya stasiun manggarai terdapat lebih dari satu vending machine yang tidak menimbulkan begitu antrian yang padat.

MANFAAT YANG DIRASAKAN OLEH PERUSAHAAN ITU SENDIRI:
Loket konvensional akan ditiadakan karena sudah memakai mesin tiket otomatis (vending machine), dan bisa menghemat anggaran dari PT KAI itu sendiri.




KELOMPOK: 

- ACHMAD ARIFIN          1B115215

- CHAIRUL ANWAR         1B115218

- INDRA DWIGUNA         1B115214

- SABBA SHUKMA           1B115210





JIKA VIDEO DI ATAS KURANG JELAS BUKA LINK:

https://www.youtube.com/watch?v=xt8M-TGHsl4

Ilmu Sosial Dasar 5 (tugas 1) Timbulnya Berprasangka Buruk atau Diskriminasi

Diskriminasi Rasial di Papua Bercorak 

Pelanggaran HAM

Diskriminasi secara kultural merupakan fenomena sosial yang terjadi di belahan bumi manapun di dunia, namun kemudian suatu negara melakukan diskriminasi terhadap warga negaranya/individu di wilayahanya berdasarkan kebijakan-kebijakan merupakan pengingkaran atas harkat-harkat kemanusiaan yang sulit untuk ditolerir. Apalagi dalam konteks Indonesia yang konstitusinya mendasarkan diri kepada negara hukum (rechtstaat).

Diskriminasi rasial merupakan politik diskriminasi yang sudah berlangsung sejak lama di Papua, bahkan jauh lebih tua dari umur masuknya Papua kedalam NKRI. Politik diskriminasi rasial berakar dan mulai diterapkan sejak jaman penjajahan Belanda dengan kebijakan segregasi rasialnya sebagai salah satu contohnya adalah pembatasan terhadap kelompok untuk mendapat pendidikan.

Diskriminasi rasial di Indonesia juga dilegitimasi oleh adanya konflik hukum (conflict of laws), yaitu berbagai pertentangan di dalam konstitusi (pertentangan antar pasal), pertentangan antar Undang-undang, dan pertentangan di dalam hirarki pertauran hukum dan perundang-undangan yang lain. Konflik hukum justru menjadi celah bagi terobosan berbagai kepentingan untuk melakukan tindakan diskriminatif secara lebih luas.

Kebijakan politik rasial tersebut yang kemudian dieskalasi dengan kegagalan negara untuk membangun kesejahteraan sosial, yang pada akhirnya banyak mengakibatkan berbagai tindak-tindak rasialisme yang bermuara kepada kekerasan terhadap kelompok etnis Papua yang dilakukan secara sistematis, seperti Represifitas Militer terhadap rakyat Papua, pembunuhan pembunuhan secara brutal, Negara tidak mampu memberikan perlindungan bahkan keadilan/pemulihan kepada korban-korban di Papua.

Tidak saja dalam konteks etnis Papua, kebijakan diskriminasi juga dialami oleh masyarakat adat yang selama ini terampas hak-hak adatnya, antara lain hak atas tanah ulayatnya, hak atas pengelolaan sumberdaya alam, dan hak mereka untuk mendapatkan hak-hak sipil dan politik.

Pembatasan terhadap kebebasan berkeyakinan mengakibatkan pengingkaran atas hak-hak sipil mereka sebagai warga negara, misalnya hak untuk membentuk keluarga dan mempunyai keturunan lebih banyak seperti yang dialami oleh masyarakat atau komunitas etnik yang dibatasi dengan keberhasilan pemerintah dalam menerapkan penggunaan KB.

Selama periode sebelum 1998, tidak ada upaya negara untuk melakukan penghapusan diskriminasi rasial, bahkan tidak jarang fakta-fakta diskriminasi tersebut tidak diakui sebagai diskriminasi. Kemudian baru pada tahun 1999, setelah terjadi reformasi dengan mundurnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, negara Republik Indonesia meratifikasi International Convention on Elimination of All Forms Racial Discrimination pada tahun 1999, karena desakan komunitas Internasional.

Sampai saat ini kebijakan penghapusan rasial belum sepenuhnya dilaksanakan. Misalnya berbagai kasus diskriminasi rasial masih terjadi di Papua, dan negara belum melakukan perlindungan yang efektif atau pemidanaan atas diskriminasi rasial tersebut sekalipun itu dilakukan oleh aparat negara. Bahkan upaya hukum tersebut belum tercermin dengan masih berlakunya berbagai peraturan perundangan lainnya yang diskriminatif.

SUMBER